RABU
ABU, SEBUAH KONTEMPLASI DIRI
Sekelumit obrolan dalam grup WA
yang berisi bapak, ibuk, anak dan menantu yang kadang menggelitik untuk
ditelisik. Obrolan seputar Rabu Abu yang bagi umat Katolik menjadi rangkaian awal
dari liturgi Paskah.
Rabu abu kali ini menjadi menarik
karena disamping ada perubahan peraturan tentang puasa (penting diingat : biasanya sehari makan
seperti biasa tapi yang kenyang hanya sekali diubah menjadi makan sehari hanya
sekali) tetapi lebih dari itu adalah kondisi disekitar yang mengalami tingkat
ketidakpastian yang sangat tinggi. Klo orang bilang sekarang jamannya disrupsi.
Sehingga berimplikasi hampir di semua lini kehidupan. Musim sulit diprediksi,
harga barang-barang juga tidak mudah dikendalikan, dunia usaha juga mengalami
kebimbangan, orang mudah marah, kesabaran mahal harganya dan banyak contoh
lainnya. Ahhh sudahlah, toh hidup harus terus maju dan roda kehidupan tetap
harus berjalan. Tidak boleh mandek.
Pagi ini Solo dan sekitarnya
diguyur hujan yang tidak lebat tapi cukup menghambat aktivitas terutama nggowes
bareng yang sudah menjadi ritual rutin setiap rabu pagi bersama komunitas barisan
para mantan (manusia restan alias manusia yg tinggal sisa-sisanya saja 😂😂)
Terpaksa setelah sampai di titik
kumpul harus mencari tempat berlindung agar tubuh yang sdh rentan ini tidak
menjadi sakit karena kehujanan. Hal paling dinanti saat nggowes bareng adalah
candaan dan celotehan para pensiunan seputar apa saja yg diobrolkan yang
penting njeplak hahahaha…. Karena tanpa disadari inilah obat alami untuk menjaga
agar imun tetap ampuh untuk melindungi tubuh. Itulah sebabnya setiap rabu pagi
selalu dinantikan oleh semua anggota nggowes hanya agar bisa ngakak bareng
tanpa harus ada yang merasa tersakiti atau disakiti apalagi menyakiti, haram
hukumnya.
Setelah hujan mulai reda maka
kami (saya dan Pak Prapto) memutuskan untuk kembali ke rumah tetapi melalui
rute yang agak memutar supaya esensi nggowes tetap terpenuhi. Disepanjang jalan
Adisucipto kendaraan cukup ramai dan cenderung padat karena semua orang pengin
cepat sampai ke tempat tujuan. Ketika melintas di depan Hotel Lor Inn terlihat
dua orang yang lusuh penampilannya sedang duduk di rerumputan pinggir jalan
depan hotel. Lelaki dan perempuan paruh baya tersebut pucat mukanya sepertinya
kurang istirahat dan membawa 2 bundelan kain yang entah isinya apa. Tetapi yang jelas dan pasti benda tersebut sangat
berarti buat mereka. Dalam perjalanan sempat berfikir kira-kira kedua orang
tadi mau kemana, sedang apa disana, mengapa ada disana dan lain sebagainya. Bukankah Tuhan maha adil ya, Maha murah dan
tentu juga maha pengasih. Ini sangat kontras dengan mobil bagus yang baru keluar
dari hotel dan tentunya penumpang didalamnya bisa dipastikan pakaiannya tidak
lusuh, badannya tidak bau dan yang pasti tidak kelaparan.
Barangkali ini yang diingini
Tuhan dengan bermatiraga dalam rangka menyambut kedatanganNya. Meski kita mampu
makan tiga kali, mampu memakai baju bagus, mampu tidur ditempat yang layak
namun kita diminta untuk bisa merasakan hidup seperti layaknya dua orang di
depan hotel Lor Inn tadi. Dengan demikian kehadiran Tuhan benar-benar dapat
dimaknai sebagai kerinduan dan rasa syukur akan hadirnya Sang Juru Selamat
untuk setiap nafas hidup yang bisa dirasakan. Dan ucap syukur menjadi menu
wajib disetiap kita bangun pagi dan saat akan berangkat tidur di malam hari. Selamat
ber-Rabu Abu bagi yang merayakan. 🙏🙏🙏