Rabu, 22 Februari 2023

 

RABU ABU, SEBUAH KONTEMPLASI DIRI

 



Sekelumit obrolan dalam grup WA yang berisi bapak, ibuk, anak dan menantu yang kadang menggelitik untuk ditelisik. Obrolan seputar Rabu Abu yang bagi umat Katolik menjadi rangkaian awal dari liturgi Paskah.

Rabu abu kali ini menjadi menarik karena disamping ada perubahan peraturan tentang puasa  (penting diingat : biasanya sehari makan seperti biasa tapi yang kenyang hanya sekali diubah menjadi makan sehari hanya sekali) tetapi lebih dari itu adalah kondisi disekitar yang mengalami tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi. Klo orang bilang sekarang jamannya disrupsi. Sehingga berimplikasi hampir di semua lini kehidupan. Musim sulit diprediksi, harga barang-barang juga tidak mudah dikendalikan, dunia usaha juga mengalami kebimbangan, orang mudah marah, kesabaran mahal harganya dan banyak contoh lainnya. Ahhh sudahlah, toh hidup harus terus maju dan roda kehidupan tetap harus berjalan. Tidak boleh mandek.


Pagi ini Solo dan sekitarnya diguyur hujan yang tidak lebat tapi cukup menghambat aktivitas terutama nggowes bareng yang sudah menjadi ritual rutin setiap rabu pagi bersama komunitas barisan para mantan (manusia restan alias manusia yg tinggal sisa-sisanya saja 😂😂)   

Terpaksa setelah sampai di titik kumpul harus mencari tempat berlindung agar tubuh yang sdh rentan ini tidak menjadi sakit karena kehujanan. Hal paling dinanti saat nggowes bareng adalah candaan dan celotehan para pensiunan seputar apa saja yg diobrolkan yang penting njeplak hahahaha…. Karena tanpa disadari inilah obat alami untuk menjaga agar imun tetap ampuh untuk melindungi tubuh. Itulah sebabnya setiap rabu pagi selalu dinantikan oleh semua anggota nggowes hanya agar bisa ngakak bareng tanpa harus ada yang merasa tersakiti atau disakiti apalagi menyakiti, haram hukumnya.

Setelah hujan mulai reda maka kami (saya dan Pak Prapto) memutuskan untuk kembali ke rumah tetapi melalui rute yang agak memutar supaya esensi nggowes tetap terpenuhi. Disepanjang jalan Adisucipto kendaraan cukup ramai dan cenderung padat karena semua orang pengin cepat sampai ke tempat tujuan. Ketika melintas di depan Hotel Lor Inn terlihat dua orang yang lusuh penampilannya sedang duduk di rerumputan pinggir jalan depan hotel. Lelaki dan perempuan paruh baya tersebut pucat mukanya sepertinya kurang istirahat dan membawa 2 bundelan kain yang entah isinya apa.  Tetapi yang jelas dan pasti benda tersebut sangat berarti buat mereka. Dalam perjalanan sempat berfikir kira-kira kedua orang tadi mau kemana, sedang apa disana, mengapa ada disana dan lain sebagainya.  Bukankah Tuhan maha adil ya, Maha murah dan tentu juga maha pengasih. Ini sangat kontras dengan mobil bagus yang baru keluar dari hotel dan tentunya penumpang didalamnya bisa dipastikan pakaiannya tidak lusuh, badannya tidak bau dan yang pasti tidak kelaparan.

Barangkali ini yang diingini Tuhan dengan bermatiraga dalam rangka menyambut kedatanganNya. Meski kita mampu makan tiga kali, mampu memakai baju bagus, mampu tidur ditempat yang layak namun kita diminta untuk bisa merasakan hidup seperti layaknya dua orang di depan hotel Lor Inn tadi. Dengan demikian kehadiran Tuhan benar-benar dapat dimaknai sebagai kerinduan dan rasa syukur akan hadirnya Sang Juru Selamat untuk setiap nafas hidup yang bisa dirasakan. Dan ucap syukur menjadi menu wajib disetiap kita bangun pagi dan saat akan berangkat tidur di malam hari. Selamat ber-Rabu Abu bagi yang merayakan. 🙏🙏🙏